MALAIKAT
TAK BERSAYAP
-Batas
Akhir-
Kematian
adalah sebuah jawaban,
Sebuah
harapan dari suatu pencarian,
Atau
pelarian dari dunia yang tidak diharapkan?
Batas
akhir
***
Kenapa
hari ini rasa tak menentu? Akhh…
aku rangga seorang mahasiswa psikologi
di sebuah universitas di varis van java
Seorang psikolog menurut sebagian orang merupakan
pakar dalam membaca karakter orang, tapi sejauh 3 semester mempelajari teori-teori
tentang jiwa manusia dan kemudian apa yang terjadi?
Yang terjadi adalah membaca karakter dan
perubahan diri saja masih belum mampu…
Seperti pagi ini, dari semenjak bangun,
sampai berangkat kuliah pun, entah kenapa, betapa berat kaki ini melangkah…
But,
its never mind.. we must go on! Education is number one in my life…
Brrrmmm..bbrrmmm…
Ok! Keep going… keep going…
Halaman rumah semakin jauh ku tinggalkan
dengan perasaan tak menentu…
Sesekali dan setiap lima menit sekali,
kulirik kaca spion sebelah kanan motorku, entah apa yang kulihat…
Playlist handphone ku memutar sebuah
lagu dari evanescence – immortal, suaranya meninggi, kemudian lagu ini pun
terhenti sejanak karena suara “beep” menandakan ada pesan masuk…
Ku rogoh handphone dalam saku jaket,
lalu beberapa detik pandanganku terpusat pada pesan…
“batas akhir 20 tahun…” seketika
jantungku berdenyut kencang…
Dalam kecepatan melebihi kecepatan
cahaya,
Memori ini menarik seluruh waktu mundur menuju
tiga tahun di belakang…
Lalu meluncur cepat, seperti tersedot ke
dalam bumi menuju sepuluh tahun lebih jauh…
Semua perasaan itu menjadi sebuah
akumulasi,
Hilang, pencarian, putus asa, tekad dan
lari sejauh mungkin…
Semuanya menjadi kilasan-kilasan yang
sangat cepat…
Tapi tergambar jelas…
Hingga akhirnya,
Gambaran itu terhenti menjadi sebuah
memori slow motion saat kembali menuju gambaran dalam usia tujuh belas tahun…
“Tuhan…
Ambisi telah habis dalam diri, aku
jarang memohon padamu dalam hidup ini…
Jika Kau mengijinkan, bolehkah aku
pulang saat usia ku menginjak dua puluh tahun?
Akan kutulis dalam kertas ini, kata-kata
itu! "aku ingin pulang usia 20 tahun" dan akan kuyakini bahwa Kau akan mengabulkannya, lalu kubakar kertas nya
sebagai bukti perjanjian “aku denganMu”..”
Bau kertas terbakar menjadi satu moment
tak terlupakan,
Disana terdapat tatapan penuh akan sebuah
HARAPAN…
Lalu tiba-tiba,
Waktu kembali pada jarak dan detik ini,
seperti cepatnya memori di tempuh dalam
angan…
sebuah peristiwa tak terkendali tak bisa
dihentikan.
Seorang anak berlari kencang melintasi
jalan raya,
BUGG..!!!!
AKHHHH…
Sebuah teriakan singkat dan lantang,
yang kemudian terhenti…
Pandangan ini menjadi buram, gelap dan lemah….
Beberapa detik, terdengar suara
orang-orang berkerumun…
Mencoba membuka mata dan yang tampak
adalah kerumunan,
Di atas tubuhku dua orang lelaki mencoba
membangunkanku,
Tampak pula seorang pria mendorong
motorku,
Cat putih dari motorku tampak bercak merah,
apakah itu darah?
Dan kini, tubuhku menggigil dingin…
Mataku sudah sepenuhnya hadir,
Tangan ku gemetar tak menentu…
Dalam keletihan berdiri, kucoba
membangunkan semua anggota badan…
Dua orang pria tadi mengangkat badanku,
lalu dengan sempoyongan kuberjalan perlahan
Menuju kerumunan …
Seorang demi seorang menghindarkan tubuhnya, membukakan jalan untukku…
Kulihat kaki tergelak di atas trotoar,
Semakin mendekat, kutatap tubuhnya kian
jelas…
Terus semakin mendekat, lalu tampak
wajahnya yang pucat tak bernapas…
Kepalanya bersimbah darah….
Tak dapat dihentikan! Aku pun terhenyak…
Gemetar, lalu menangis….
Dan kemudian bangkit dari tidurku…
Dalam tangisan alam mimpi…
Disini, aku menangis, tangisan yang ku
bawa dari alam mimpi…
Semuanya hanya MIMPI….
BERSAMBUNG
“kamu
kenapa rangga? Akhir-akhir ini sepertinya lu
lagi banyak pikran gitu?”
“oh,
lumayan… lagi target menyelesaikan banyak hal..”
“emang
lu mau kemana brow??”
“hhaa…
ya kaga kemana-mana tapi, feeling saya bilang banyak hal yang harus cepat
disekesaikan..”
“dalam
berkarya butuh ketelitian dan kesabaran.. jangan terburu-buru”
“hhee…
tapi tetap harus punya target kan? Oi… mana dea, saya ga lihat dia dari pagi..”
“ah…
penyakit lama dia kambuh lagi..”
“hah..
dia sakit? Kemarin pas kumpul seperti sehat-sehat saja…”
“lu lihat ga, kerjaan dia ga beres? Kemarin dia cuma
chatingan mulu sama si Andre… penyakit dia gitu, kalau udah demen sama cowo
lupa deh segalanya, bahkan mimpi, tanggung jawab, kerjaan… kesel gue sama dia “
“kemarin
udah gue tegur, tapi malah ngeyel sambil bercandain gue.. kaga penting banget
tuh anak…”
“ouh…
mungkin memang lagi masanya aja, asal diberi penjelasan dan tugas yang jelas
aja plus deadline, lalu di evaluasi. Pasti target kita selesai untuk
menyelesaikan miniature bangunan ini, sebelum kita kirim ke Paris, dan
menurutku bersikap seperti itu pendewasaan juga buat kita dalam kehidupan
bersosial” kata rangga sambil membetulkan kacamatanya
“lu
udah kaya bapak guru aja… hhaa, yang jelas gue ga suka orang yag ga konsisten
dan bertanggung jawab… gue bakalan keluarin dia dari tim, kalau dia ga
maksimal… disini di area mimpi kita, kita baru permulaan brow, untuk beginning
aja udah ga konsisten gmn mau sukses…”
“tapi
kenapa kamu ga coba pendekatan personal, bukankah sebuah kreatifitas, karya
seni itu membutuhkan hati yang maksimal dan kecintaan untuk mengerjakannya?
Bukan hanya sebatas tekanan?”
“lu
ngomong gitu rangga? Lu sendiri… menekan gue harus menyelesaikan ini dengan
cepat, sinting lu.. !” kata donna kesal
Hari
ini tak membuahkan hasil apapun, di ruangan yang biasanya ramai dengan
imaginasi ini, terasa berbeda, hilang dan senyap.
Aku
ga bisa menjelaskan pada donna, tentang mimpi yang aku buat sebelum mimpi
dengannya terukir…
Mimpi
lima tahun lalu, mimpi yang aku batasi sampai 20 tahun.. dan bulan depan adalah
batasnya.. tapi mungkinkah, kertas yang terbakar itu mejadi sebuah kenyataan..
Benarkah
bulan depan nanti, di saat tepat hari lahirku yang ke 20, itulah batas mimpiku?
Tuhan apakah Kau mengabulkannya?
Tak
jauh aku bermimpi… tak banyak yang terselesaikan… lalu benarkah batas akhir itu
tepat sebulan lagi…
Aku
menatap donna, perasaan bersalah, aku tak mau meninggalkannya sebelum ini
selesai, aku ingin bersamanya
mengiringinya
menggapai mimpi..
Tapi
mimpi donna selalu bias untukku…
Terlalu
jauh antara aku dan dirinya dalam memahami…
***
Besok
01 Januari, tepat semua orang merayakan tahun yang baru…
Besok
adalah penentuan bagiku…
Pembuktian
apakah secarik kertas, saksi dari sebuah mimpi tertulis
Apakah
akan tercapai atau tidak sama sekali…
Mimpi
yang kutulis “Batas akhir hidupku adalah 20 tahun… cukup.”
Kutatap
ruangan ini…
Bangunan
itu hampir selesai…
02
Januari harus selesai untuk perlombaan internasional…
dua
hari lagi… sayap akhir bangunan ini yang belum selesai…
Sebuah
bangunan yang kami beri nama istana
“Malaikat Seribu Sayap”
Bangunan
yang sangat fantastis, dengan nuansa putih,
seperti
halnya malaikat jibril yang bergelar al
kuwah yang Kuat, Perkasa dan begitupun bangunan ini…
pondasinya
kuat dan setiap bahan-bahan yang kami campur didalamya sangat berbeda, campuran
perekat temboknya kami beri campuran putih telur..
seperti
bangunan piramida di Mesir yang sangat ajaib...
Istana
kami akan menjadi istana yang paling fonumenal di abad ini…
Kami
tinggal memberikan seribu sayapnya di kiri dan kanan istana,
Dan
sempurnalah ia sebagai karya kami dari sebuah mimpi besar dalam pusaran alam
semesta…
Tapi
besok, aku tidak tahu
sebuah
batas akhir?
Tinggal
dua jam lagi…. Sampai tengah malam
“yoa
andre… lu mau ke studio kita? Gue tunggu deh.. ya.. kita juga mau rehat sejenak
dan menikmati pergantian malam tahun baru.. sini dong temenin gue, lagi ga mood
banget… maybe stress karena besok pekerjaan kita harus segera selesai”
“dea..
mana dua sayap tadi… “ tanya donna ketus
Dalam
aba-aba gerakan mulut dan bahas tubuh, dea memberitahu donna belum selesai,
telinga nya dia sibukkan mendengarkan andrea di ujung telepon yang menawarkan
makan malam bersama dea.
“males
gue sama lu…” kata donna
“woi..
rangga! lu hari ini bersemangat sekali, tapi coba pastikan ukiran-ukiran dalam
sayapnya detail dan rapih, tidak usah tergesa-gesa.. besok kalender masih
merah, delapan jam lagi kita akan selesai.. berarti kita bisa menikmati pergantian
malam tahun baru.. seperti tahun lalu, kita belanja dulu beli bahan untuk kita
bakar ke supermarket terdekat, gmn?”
Tanya
donna
“setujuuuu…..
“ teriak dea yang sudah selesai menutup handphone nya…
Donna
mendelikkan matanya pada dea,… “maleess gue sama lu de.. lu ga ada kerjaannya..
ngomong doag, tapi lu berharap sukses bersama mimpi kita?” kata donna berhamburan
“ya
deh maap..maap.. tapi kan ada sebagian pekerjaan gue yang kepake donn” dea
berusaha membela dirinya
“apa?
Lu mau tahu yang sebenarnya? Pekerjaan lu selalu gue ulang lagi… lu maksimalnya
Cuma di awal doang… di tengah perjalanan lu udah kaga fokus” cerca donna
“eh,
enak aja.. lagian siapa yang nyuruh lu buat ngulang, kalau emang lu ga percaya
sama gue, kenapa lu ngajak gue mengerjakan pekerjaan yang membosankan kaya
gini? Lu memang ga pernah berubah donna, ga bisa mempercayai oranag lain, kapan
lu mau berubah?”
“ga
ada hubungannya, lu ngomong gitu karena faktanya lu emang salah dan lu ga mau
disalahkan, jadi lu cari-cari malasah dengan gue..”
“cape
gue ngomong sama lu donna… dari kemarin kita tidurnya minim, maybe sekarang
kita butuh istirahat.. “ saran dea
“apa
istirahat? Lu masih bisa ya istirahat? Payah banget sih lu… mimpi ini gue konseptornya,
pekerjaannya gue yang banyak mengerjakan, gue sebenarnya ga butuh lu.. gue bisa
sendiri” teriak donna
“ok,
fine… kalau lu mau begitu terserah.. setelah hari ini gue ga akan pernah datang
lagi ke sini..” teriak dea pada donna
“udah
kalian berdua ga usah rebut begitu, kalian berdua hanya kelelahan dan perlu
istirahat” kata rangga berusaha meleraikan
“berisik
lu rangga, gue udah ga tahan sasma orang ego seperti itu”kata dea
“lu
tuh yang ego, mementingkan kepentingan sendiri sama si andre… lug a pernah
memikirkan tentang kita, tentang mimpi kita…” benatk donna
“lu
fikir donn, kita ini manusia… kita perlu kehidupan, kita butuh mencintai dan
dicintai, kita butuh ada orang yang memperhatikan kita, lu ga sadar siapa yang
sebenarnya ego? Lu sendiri donn! Kita hanya terjebak dalam mimpi lu, sementara lu
ga pernah sedikit pun bertanya tentang apa mimpi kita sebenarnya”
Dea beranjak membereskan barang-barangnya,
lalu pergi dengan kesal dan membating pintu.
“donna
apa kamu ga terlalu berlebihan?” taya
rangga dengan terkejut.
“ga,
gue bukan orang lemah… kalaupun kau mau pergi juga. TERSERAH!” teriak donna
pada rangga
Donna
pun pergi beranjak meninggalkan studio, masuk ke dalam kamarnya…
Rangga
menatap ruangan.,. lalu dia tersadar untuk segera menatap jam dinding… dua
menit lagi…
Aku
belum sempat berkata apapun pada dua sahabatku ini, kenapa di detik batas akhir
ini…
aku
sendiri disini…
menatap
istana “malaikat tak bersayap” yang sayap-sayapnya belum terpasang…
aku
coba menyelesaikan ukiran-ukiran sayap di detik batas akhir ini…
kenapa
mereka pergi?
Teng.teng.teng….
Tepat
tengah malam jam dua belas malam…
Aku
memejamkan mataku, gelap….
Lalu
kubuka sedikit mataku untuk menatap sekeliling
Apakah
ada malaikat pencabut nyawa yang datang padaku…
Kosong,
Hanya
detak jam dinding menemaniku, bersamaku…
Dua
puluh tahun usiaku…
Aku
menghirup napas dalam-dalam…
Khayalanku
lari menuju tiga tahun ke belakang…
Bau
abu kertas terbakar masih tercium,
Lalu
kubuka mataku…
Ini
bukan batas akhir…
Tapi
istana “malaikat tak bersayap” yang telah menemukan batas…
Dibuat
dari sebuah mimpi yang tidak dibangun di atas landasan KEPERCAYAAN…
Istana
“malaikat tak bersayap” itu tak dapat terbang menuju Paris…
Dan
aku disini, sendiri… menatapnya, menjadi saksi bisu.
Begitu
mahalnya sebuah KEPERCAYAAN.